Jumat, 13 Februari 2015

ALASAN PERTAMA: SAFETY!!!


Dalam beberapa tahun terakhir, tim-tim SMA tampaknya semakin hari semakin “nekad” untuk membuat pyramid 3 layer yang sangat berbahaya, seperti 1-1-1 tanpa spotter, atau 3-3-2 dengan base shoulder stand yang masih sangat goyah, dan sebagainya. Banyak juga yang “memaksa” melakukan basket toss “back tuck” untuk mengejar nilai tinggi dalam kompetisi, sementara teknik yang digunakan masih jauh dari sempurna, dan menjadi sangat berbahaya.

Di Indonesia, tim SMA rata-rata berlatih hanya 1-2 kali seminggu, dengan durasi rata-rata hanya 3-4 jam per sesi. Dengan porsi latihan seperti ini, sebenarnya mustahil jika tim SMA diharapkan untuk mampu menguasai semua teknik yang sulit, hanya dalam jangka waktu 2-2,5 tahun masa sekolah mereka!

Memang, seharusnya, semuanya adalah tergantung pada PELATIH, yang seharusnya mampu mengukur kemampuan tim-nya, dan TIDAK MEMAKSAKAN untuk menguasai skill yang lebih sulit jika memang fisik dan teknik muridnya masih belum memadai. Namun sangat sulit sekali untuk mengatur para pelatih, karena mereka juga punya pola pikir tersendiri, dan terkadang karena keinginan Cheerleaders-nya sendiri, untuk memaksakan melakukan skill yang sulit demi mengejar nilai tinggi dalam kompetisi, tanpa didukung fisik dan teknik yang memadai.
Sebuah cerita nyata di Thailand, negara yang kita tahu Cheerleading-nya sudah berkembang sangat pesat. Beberapa tahun lalu, Thailand MEMPERBOLEHKAN tim SMA melakukan pyramid 3 layer dan inversion. Namun, sama halnya dengan di Indonesia, karena porsi latihan yang sangat terbatas, dan fisik yang masih belum memadai, akhirnya seringkali terjadi cedera fatal. Hingga pada akhirnya, seorang top person jatuh dari pyramid layer ketiga, dan meninggal dunia.Kejadian tersebut sangat mengejutkan publik Cheerleading Thailand, dan dengan segera, seluruh SMA di Thailand melarang ekskul Cheerleading! Selama beberapa tahun, Cheerleading akhirnya tidak berkembang di Thailand, hingga akhirnya pihak TFC (Thailand Federation of Cheerleading) berhasil meyakinkan pihak sekolah dan publik, bahwa CHEERLEADING SEBENARNYA ADALAH OLAH RAGA YANG AMAN, JIKA DILAKUKAN SESUAI DENGAN PERATURAN YANG BERLAKU, yakni pyramid 2 layer, dan no inversion untuk tingkat SMA. Dan sejak itulah akhirnya Cheerleading kembali berkembang dengan peraturan baru tersebut.
Makna yang bisa diambil dari kejadian itu? Tentu saja, jangan sampai kita menunggu sampai ada “kejadian” dulu baru kita merubah peraturan, bukan?
- See more at: http://indonesiancheerleading.com/page/2/?s=stars#sthash.zHBIfHpg.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar